Translate

Rabu, 28 Disember 2011

Kisah Nabi Daud A.S. : Alam pun Bertasbih Bersamanya. (Bhg 3)


Ketika Allah mencintai seorang hamba, dia jadikan manusia juga mencintai mereka. Begitu pula yang terjadi pada Daud. Manusia mencintai Nabi Daud sebagaimana burung-burung, hewan-hewan dan gunung-gunung pun mencintainya.

Sungguh nama Daud menjadi pujaan seluruh negeri, ia tetap rendah hati, ia tidak pernah menyombongkan diri, bahkan tidak pernah menceritakan kepahlawanannya. Meski begitu, melihat hal demikian, timbul rasa cemburu dalam hati Raja Thalut, ia khawatir suatu saat, tak lama lagi, menantunya Daud akan mengambil tahta darinya. Padahal Daud tidak pernah berpikir untuk menjadi Raja. Bahkan ia tidak ingin di puja-puja, rakyatnya sendirilah yang memperlakukan demikian.
Maka, tatkala melihat perubahan sikap ayah mertuanya, ia sangat heran. Daud mencoba mawas diri, apa sesungguhnya kesalahan yang telah diperbuatnya. Mengapa Thalut sering bermuka masam terhadapnya? Daud tidak menemukan jawabannya. Ia merasa tidak melakukan kesalahan kepada Rajanya, tetapi tingkah laku Thalut semakin menjadi-jadi. Maka di tanyakanlah hal itu kepada istrinya.
Menurut sang istri, ayahnya merasa iri kepada Daud. Kecintaan kepada Daud yang semakin meluas dikalangan rakyat sudah melebihi kecintaan mereka kepada Rajanya. Hal itu sangat mencemaskan Thalut.
“Ayahku khawatir, karena semakin tinggi wibawamu, semakin merosot pula wibawa ayahku. Sungguh, semula ayahku seorang petani miskin, tetapi sekarang ia sudah merasakan nikmat menjadi orang yang berkuasa. Beliau tidak rela tahta yang di dudukinya diambil alih orang. Ayahku sudah lupa, ia menjadi Raja atas kehendak Allah SWT. Sebaiknya kita menyingkir saja dari sini.” Kata istri Daud seraya menangis.
Malam sudah larut, Daud tidak bisa memejamkan matanya. Akhirnya Daud menyerahkan semua persoalan itu kepada Allah SWT. “Jika Allah menghendaki, apapun bisa terjadi!” bisik Daud dalam hati, dengan pasrah dan tawakkal, Daud pun tertidur.
Keesokan harinya, tanpa di duga, seorang utusan datang memberi tahukan, ia dipanggil menghadap Raja, “Baik saya segera datang!” sahut Daud tanpa ragu. Tidak lama, Daud sudah berdiri di hadapan sang Raja.

Tipu Muslihat Raja

“Daud!” kata Raja dengan muka manis yang dibuat-buat, “Belakangan ini hatiku selalu dibuat risau, soalnya musuh kita bangsa Kan’an, telah mempersiapkan tentaranya yang sangat kuat, mereka akan menyerbu kita. Mula-mula saya ragu untuk menugasimu. Kau tahu aku sangat menyayangimu, lagipula kau adalah menantuku. Tapi sekarang tidak ada pilihan lagi, tugas negara jauh lebih penting. Pimpinlah tentara kita ke luar kota, hadapi musuh di luar daerah kita. Hancurkan mereka, saya hanya ingin mendengar berita kemenangan!”
“Perintah Raja saya laksnakan! Jika Allah mengizinan, saya pasti kembali dengan bendera kemenangan!” sahut Daud dengan keyakinan penuh. Daud merasa ada tipu muslihat di dalam perintah itu, namun ia tidak ragu menjalankan perintah itu.
Memang sesungguhnya Thalut sedang mengatur rencana jahat. Ia mengharapkan Daud gugur dalam pertempuran itu. Ia tahu tentara musuh sangat kuat, sedangkan tentara yang dibawa Daud hanya sedikit jumlahnya. Thalut ingin memperoleh dua keuntungan sekaligus, Daud gugur, sedangkan musuh ikut binasa.
Tetapi apa yang terjadi? Daud memimpin tentaranya menyerbu ke tengah-tengah musuh yang sangat banyak jumlahnya. Seperti ada tentara malaikat yang membantunya turun dari langit. Tentara musuh di halaunya. Tentara musuh di hancurkan, sisanya lari tunggang langgang. Maka kembalilah Daud dengan bendera kemenangan. Sepanjang jalan Daud di elu-elukan rakyat. Kegagahannya di medan perang makin kesohor. Keharumanya sebagai pahlawan tiada tandingannya.
Thalut sangat kecewa ketika Daud kembali dengan kemenangan yang gilang gemilang. Maka timbullah rencana paling keji di hati Raja itu. Ia akan membunuh Daud dengan tangannya sendiri. Raja Thalut yang dulu alim itu, sekarang benar-benar dikuasai iblis. Namun rencana itu di ketahui oleh istri Daud yang telah memasang mata-mata di segenap sudut istana. “Sekarang kita harus menyingkir, ayah sudah mengatur rencana serapi-rapinya. Kau akan di bunuh, tidak akan bisa lolos jika kita tidak menyingkir terlebih dahulu!” kata istri Daud.
Pagi harinya, saat Thalut sudah tahu bahwa Daud telah lari, ia sangat marah, kesal dan kecewa bercampur rasa malu, karena rencana jahatnya telah bocor. Sekarang perselisihan dengan Daud sudah semakin terbuka dan hal itu diketahui oleh rakyatnya.
Keluar dari Istana
Tentara dan rakyat tahu bahwa Daud keluar dari Istana, desas-desus tersiar luas, Raja Thalut hendak membunuh panglima perang dan menantunya itu, Daud. Raja iri hati, dengki, takut kalau-kalau Daud semakin dicintai rakyatnya.
Mendengar hal itu, rakyat dan tentara bukannya menjauhi Daud, mereka tahu bahwa Daud adalah panglima perang gagah perkasa yang telah mengangkat derajat mereka. Ia telah menyelamatkan mereka dari ancaman musuh. Rakyat dan tentara pun berbondong-bondong pergi keluar kota. Mereka mencari Daud, saat menemukannya, mereka menyatakan kesetiaannya kepada Daud.
Raja Thalut semakin geram melihat pengaruh Daud. Sekarang sudah jelas Daud mempunyai tentara dan rakyat sendiri. Tentara dan rakyat hanya taat kepada Daud. Mereka tidak lagi mengakui kekuasaan Thalut. Tentu saja hal ini semakin membuat Thalut marah dan kalap. Ia ingin membinasakan Daud. “Apapun resikonya Daud harus dilenyapkan!”
Pada suatu hari Thalut memimpin  pasukannya langsung untuk menghancurkan Daud. “Saya tidak ingin berperang kalau tidak karena terpaksa. Karena itu, sebaiknya kita mencari tempat bersembunyi,” kata Daud kepada para pengikutnya saat di laporkan kepadanya bahwa Thalut sedang bergerak maju.
Dipimpin oleh Daud sendiri, akhirnya mereka menemukan sebuah tempat perlindungan dalam gua batu-batu. Sangat sulit menemukan tempat yang aman itu. Sementara Daud memerintahkan tentaranya untuk menyusun siasat, tujuannya agar dapat mengelabui Raja Thalut dan tentaranya.
Benar saja, setelah berhari-hari Thalut dan tentaranya tidak berhasil menemukan persembunyian Daud, akhirnya Thalut memerintahkan agar semua tentaranya beristirahat karena kecapaian. Mereka pun terlelap tidur dengan cepat.
Para pengintai melaporkan kepada Daud, bahwa Raja Thalut dan semua prajuritnya sedang tidur kecapaian, tak jauh dari tempat persembunyian mereka. “Sekarang saatnya kita menghancurkan Thalut,” kata para pengikut Daud mendesak. Tetapi diluar dugaan, Daud menolak desakan para pengikutnya. “Belum waktunya kita menghancurkan mereka, saya yang akan memberikan pelajaran kepada Thalut”. Kata Daud.
Diiringi beberapa orang tentaranya, Daud mendatangi tempat Thalut dan pasukannya tidur, Daud mengambil sendiri Lembing Thalut yang diletakkan dekat kepalanya. Suatu perbuatan yang hanya dapat dilakukan oleh orang yang tidak mengenal rasa takut.
Bukan main terkejutnya Thalut saat terbangun dari tidurnya, dimana ia kehilangan senjata andalannya semua prajurit dan pengawal yang ditanyai tidak ada yang tahu. Keadaan gempar. Tiba-tiba muncul seorang utusan Daud.
“Lembing tuan tidak hilang, tetapi diambil oleh Daud selagi tuan tertidur lelap. Saya disuruh mengembalikannya. Daud tentu dapat membunuh tuan jika mau, namun beliau hanya ingin menyadarkan tuan, agar kembali insyaf. Hendaklah tuan segera bertobat kepada Allah SWT serta menjauhkan diri dari sifat-sifat buruk, dengki serta berburuk sangka,” kata utusan itu menyampaikan pesan Daud seraya menyerahkan lembing kepada Thalut.
Gemetar sekujur tubuh Thalut. Mukanya pucat. “Katakan kepada Daud, aku mengakui bahwa ia lebih adil dan lebih baik dari aku. Ia telah menunjukkan jiwa besarnya serta keluhuran budi yang luar biasa,” kata Thalut.
Di puncak bukit Daud dan beberapa pengikutnya tampak berdiri. Thalut memandangnya dengan terharu, marah, kesal bercampur malu. Berbagai perasaan bercampur baur dalam hatinya. Pikiran dan perasaannya benar-benar tidak menentu. Thalut pulang dengan perasaan kecewa.
Tetapi Thalut bukannya bertobat, malah semakain sakit hatinya. Ia ingin membuktikan bahwa ia mampu menghajar Daud. Lagipula kedudukannya tidak akan aman selagi Daud masih hidup. Lebih-lebih tentaranya sudah lebih dari dua pertiga bergabung dengan Daud.
Pada suatu hari Thalut kembali memimpin tentaranya, jumlahnya lebih besar, dengan peralatan yang jauh lebih hebat dan lengkap. Para pengintai melaporkan kedatangan Thalut kepada Daud, segera setelah itu, Daud memerintahkan tentaranya untuk bersembunyi demi menghindari perang saudara.
Maka dibagilah tentara Daud menjadi beberapa kelompok untuk mengelabui Raja Thalut dan tentaranya. Strategi Daud berhasil, mereka tidak menemukan persembunyiannya. Di lain pihak, Thalut dan tentaranya kelelahan dan istirahat hingga tertidur kelelahan. “Mereka semuanya telah tidur, kalau kita menyerang mereka , niscaya binasalah mereka, termasuk Thalut,” kata seorang prajurit pengintai melaporkan.
Daud dan beberapa pengikutnya yang paling setia lalu mendatangi Thalut dan tentaranya yang sedang tertidur lelap. Daud melangkahi beberapa prajurit musuh. Setelah sampai di dekat Thalut, ia mengambil senjata dan kendi berisi air yang di letakkan di dekat kepala Thalut. Kemudian dari atas bukit, tidak jauh dari tempat itu, Daud berseru sekuat suaranya.
“Lihatlah ini panah dan kendi Raja Thalut yang telah saya ambil sendiri dari dekat lehernya. Silahkan ambil kesini. Saya tidak bermaksud membunuh Raja Thalut, tetapi untuk memberikan peringatan yang kedua kali, agar tidak menuruti kata-kata iblis yang telah menguasai dirinya. Jika saya mau, tentulah saya dapat membunuhnya. Thalut, sadarlah…!”
Teriakan Daud itu terdengar sangat agung, seperti bukan suara manusia biasa. Kata-kata Daud itu amat berkesan di hati Thalut. Sekarang ia sadar, iblislah yang mendorongnya untuk merencanakan pembunuhan terhadap  Daud. Thalut sekarang benar-benar insyaf, ia menyesal dan menangis, mencucurkan air mata, minta pengampunan Allah SWT.
Dengan langkah tertegun-tegun ia pulang ke Istananya. Setibanya disana, ditanggalkannya semua baju kebesarannya. Sekarang pikiran dan tujuan hidup satu-satunya hanyalah minta pengampunan Allah SWT. Ia ingin bertobat, menebus dosa-dosanya.
Tengah malam ia keluar dari Istananya, tidak seorang pun yang mengetahui kemana ia pergi. Ia pergi dan tak pernah kembali. Ia mengembara melepaskan rindu di hati. Rindu kepada pengampunan Allah SWT. Tak lama setelah kepergian Thalut itu, Daud di nobatkan sebagai Raja. Itulah yang menjadi kehendak Allah SWT.

Bersambung

Tiada ulasan:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Catatan Popular