Apabila pembunuh umat Islam diberi perhargaan oleh pemimpin umat Islam yang zalim. Adakah tidak cukup bantuan kewangan yang amat banyak hasil daripada minyak kepada negara kafir untuk menyembelih umat Islam atas arahan kerajaan yang mengaku Islam maka anugerah diberikan diatas kejayaan itu. Semoga Allah melaknat para pemimpin Islam dan para malaikat mengira setiap nafas dan langkah mereka untuk dicatatkan bagi pendakwaan di Padang Mahsyar nanti,
Ibnu Mas’ud mengatakan, “Sesungguhnya pada pintu masuk istana para
penguasa terdapat fitnah seperti menderumnya unta”. Ulama salaf
memperingatkan umat supaya jangan mendatangi penguasa, jika dalam hati
mereka tidak ada maksud menasehati dan mencegah penyimpangannya, dan
tidak ada niat menjauhi harta kekayaannya.
“Jika engkau bermaksud memasuki pintu istana negara, ada dua perkara
yang harus engkau hindari, yaitu harta kekayaan mereka dan pemberian
mereka. Sebab, perkataanmu akan jatuh tak bernilai dalam sekejap, begitu
dirham dari tangan sulltan jatuh ke tanganmu”, ujar Ibnu Mas’ud.
Sheikh Sa’id al-Halbi rahimahumullah, ketika itu datang Ibrahim Basya
ke negeri Syam. Sheikh al-Halbi sedang mengajar murid-muridnya. Ibrahim
Basya masuk masjid, namun Sheikh Sa’id al-Halbi tidak mengacuhkan
kedatangan Basya. Dia tetap duduk sambil terus menjulurkan kakinya.
Maka, Ibrahim Basya keluar masjid, mendidih darahnya, dan kemarahannya
berkobar-kobar.
Kemudian, Ibrahim Basya mengambil kantung berisi uang, dan memberikan
kepada pelayannya serta berkata, “Taruhlah ini di pangkuan Sheikh
itu!”, ucapnya.
Kantung semacam inilah yang membuat leher menekuk dan dahi menunduk.
Kantung inilah yang membua mulut tersumbat. Sehingga agama Allah
dipetieskan.
Maka, pelayan itu meletakkan kantung itu dipangkuan Sheikh al-Halbi.
Namun, Sheikh al-Halbi mengangkat kantung, dan mengembalikannya kepada
pelayan itu, seraya berkata, “Katakan kepada tuanmu, bahwa orang yang
menjulurkan kakinya, tidak akan menjulurkan tangannya”, kata Sheikh.
Para penguasa melihat orang-orang yang mengambil harta mereka dengan
pandangan sinis, dan melecehkan dengan nafsu mereka, serta dengan
kegeraman hati mereka. Mereka para penguasa berusaha memuaskan hati para
ulama dengan cara memberi hadiah kepada mereka, sehingga para ulama
mendiamkan kebathilan dan kezaliman mereka.
Para penguasa melihat ulama tak ubahnya seperti kumpulan binatang
ternak yang berkumpul, manakala diiming-imingi seikat rumput dan lari
bercerai berai manakala digertak oleh pengawal mereka.
Suatu ketika Khalifah al-Mansur mengunjungi Sufyan Ats-Tsauri dan
mengatakan, “Hai Sufyan. Apa yang menjadi hajatmu?”. “Engkau dapat
memberikannya padaku”, tanya Sufyan. “Ya”, jawab Khalifah al-Mansur.
Lalu, Sufyan berkata, “Janganlah kau datang kepadaku sampai aku mengirim
utusan kepadamu. Dan janganlah mengirim seorang utusan padaku sampai
aku sendiri yang meminta”, tegas Sufyan Ats-Tsauri.
Para penguasa memandang manusia, bahkan para ulama sebagai ayam-ayam
kampung yang mereka pelihara dengan makanan mereka, dan kemudian
menyembelihnya kapan saja mereka mau.Orang-orang salaf mengetahui itu
semua. Mereka benar-benar memahami dari dasar hati mereka.
Pernah Sulaiman Abdul Malik berdiri dihadapan Ibnu Hazm, dan dia
berkata, “Hai Ibnu Hazm. Mengapa engkau tidak mendatangi kami?”. Ibnu
Hazm menjawab, “Mudah-mudahan Allah melindungimu dari perkataan dusta,
wahai Amirul Mukminin. Dari sejak kapan saya mengenal tuan, sehingga
saya harus mendatangi tuan?”, tukas Ibnu Hazm.
Kemudian Sulaiman bin Mallik bertanya kepada Ibnu Hazm, “Hai Ibnu
Hazm. Mengapa kami ini membenci mati, dan menyukai hidup?”, ujarnya.
Ibnu Hazm menjawab, “Sebab kalian merusak akhirat kalian dan membangun
dunia kalian, sehingga kalian enggan berpindah dari bangunan yang kalian
dirikan menuju bangunan yang kalian robohkan”, tegas Ibnu Hazm.
Mendengar ucapan Ibnu Hazm yang tajam itu, salah seorang pengawal
khalifah memegang gagang pedangnya, dan berkata, “Wahai Amirul Mukminin,
izinkahlah aku memenggal lehernya. Sebab dia telah menghinamu!”.
Kemudian, Ibnu Hazm menghardiknya, “Diam kamu! Sesungguhnya telah
binasa Fir’aun dan Hamam”. Selanjutnya, Ibnu Hazm memberikan nasihat
kepada khalifah Sulaiman, “Sesungguhnya bapak-bapakmu telah mengambil
urusan ini (kekuasaan atas kaum Muslimin) dengan darah mereka, maka dari
itu putuskanlah sesuatu dengan penuh pertimbangan dan takutlah engkau
kepada Allah dalam memimpin rakyatmu”, tambah Ibnu Hazm.
Khalifah Sulaiman bin Malik berkata kepada pelayannya, “Wahai
pelayan, ambilkan uang 1000 dinar!”. Lalu, Sulaiman berkata, “Ambillah
ini, wahai Ibnu Hazm”, tegas Sulaiman.
Ibnu Hazm mengangkatnya dan melihatnya, lalu berkata, “Inikah harga
suatu nasihat? Kamr, babi dan darah lebih halal bagiku daripada uang
ini. Kembalikan saja uang ini kepada tuanmu, supaya diberikan kepada
tangan-tangan yang berhak menerimanya”.
Ulama salaf takut masuk istana para sultan, sebab mereka khawatir
tidak akan selamat dari fitnah, yakni berdiam diri atas kemungkaran yang
dilihatnya. Atau mungkin lebih parah, menjilat penguasa atas kebhatilan
mereka.
“Dan apabila kamu melihat orang-orang yang memperolok-olokan ayat
Kami, maka tinggalkanlah mereka, sehingga membicarakan pembicaraan yang
lain. Dan jika setan menjadikan kamu lupa (akan larangan itu), maka
janganlah kamu duduk dengan orang-orang yang zalim itu sesudah (memberi
mereka) peringatan”. (QS : al-An’am : 68)
Al-Qurtubi menafsirkan surah al-An’am, ayat 68 itu, mengatakan, “Ayat
ini merupakan hujjah atas mereka yang membolehkan dirinya sendiri untuk
masuk ke istana para sultan, tanpa mengingatkan mereka, tanpa menyuruh
mereka berbuat ma’ruf dan melarang mereka dari perbuatan mungkar”.
Sesungguhnya masuk ke istana sultan hanya untuk memperingatkan
mereka. Adapun sesudah memperingkatkan maka, “Janganlah kamu duduk
bersama-sama orang-orang zalim itu sesudah (memberikan mereka)
peringatan”.
Bahaya paling besar yang dimungkinkan menyerang hati manusia adalah
nafsu terhadap kekuasaan. Nafsu terhadap kekuasaan itu dimiliki hati,
baik oleh kaum Muslimin maupun musyrikin. Nafsu terhadap kekuasaan
merupakan nafsu yang paling berbahaya. Nafsu terhadap kekuasaan dapat
memecah belah kesatuan umat dan jamaah.
Berapa banyak sudah suatu kelompok yang telah bersatu padu, karena
Allah, namun kemudian bercerai-berai, karena ambisi salah seorang
diantara mereka untuk memimpin dan ingin tampil di depan. Ini terjadi
dikalangan umat Islam. Semoga ini menjadi pelajaran berharga.
Wallahu’alam. *mashadi.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan